Dear Ika,
Saya senang sekali dengan ajakanmu beberapa hari yang lalu untuk melihat Pameran Naskah Kuno Betawi di Taman Ismail Marzuki kemarin Sabtu. Sebelumnya kamu mengirimi info pameran tersebut kepada saya agar mungkin menambah rasa ketertarikan saya; atau wujud dari ketertarikanmu yang tidak terkira. Setelah membaca link tersebut, saya tidak pikir panjang untuk setuju dan langsung mengiyakan saja. Menurutmu, saya adalah pecinta naskah kuno.
Entah bukti darimana atau karena buku Omar Kayam karangan Harold Lamb yang kamu pinjamkan yang membuat saya enggan mengembalikannya cepat-cepat? Kertas usang dan halaman kekuningan yang menciptakan bau khas dari lembaran buku lama rasanya seperti aromaterapi buat saya. Maka dari itu saya menyimpulkan alasan kamu menyebut dan mengajak saya adalah keputusan tepat. Sedikit pengakuan di sini, sebenarnya saya hanya penggemar cerita klasik. Buku favorit saya sampai sekarang masih cerita tentang Laila Majnun karangan Nizami yang diceritakannya pada abad ke-12. Laila Majnun merupakan cerita yang menginspirasi Shakespeare untuk membuat Romeo and Juliet pada abad ke-15. Sayangnya buku tersebut tidak pernah kembali lagi kepada saya.
Entah bukti darimana atau karena buku Omar Kayam karangan Harold Lamb yang kamu pinjamkan yang membuat saya enggan mengembalikannya cepat-cepat? Kertas usang dan halaman kekuningan yang menciptakan bau khas dari lembaran buku lama rasanya seperti aromaterapi buat saya. Maka dari itu saya menyimpulkan alasan kamu menyebut dan mengajak saya adalah keputusan tepat. Sedikit pengakuan di sini, sebenarnya saya hanya penggemar cerita klasik. Buku favorit saya sampai sekarang masih cerita tentang Laila Majnun karangan Nizami yang diceritakannya pada abad ke-12. Laila Majnun merupakan cerita yang menginspirasi Shakespeare untuk membuat Romeo and Juliet pada abad ke-15. Sayangnya buku tersebut tidak pernah kembali lagi kepada saya.
Dan siang itu ketika memasuki galeri pameran, saya perhatikan pertama kali adalah tiga Baliho besar dekat pintu masuk yang menceritakan silsilah keluarga Muhammad Bakir sebagai penyalin Naskah dan penulis hikayat. Karyanya yang didapat sekarang ini sebagian besar dari koleksi yang dikumpulkan oleh Bataviaasch Genootchap van Kunsten en Wetenschappen mulai abad ke-17 akhir. Yang kemudian, karya-karya yang ditulis dan disalin Bakir tersebut diberi nama Naskah Pecenongan.
Saya masih belum paham.
Saya menikmati saja gambar dari banyak tanda tangan rumit M. Bakir yang dipajang di dinding lantai satu galeri tersebut, peta kuno Jakarta di kawasan utara: Mangga Besar, Pecenongan dan sekitarnya. Kemudian naik ke tangga, pada dindingnya, ada potret Pasar Baroe tempo dulu, contoh koran berbahasa Belanda, dan berita mengenai meletusnya Gunung Krakatau yang di salin Bakir.
Di lantai dua, barulah saya bisa melihat gambar-gambar ilustasi yang merupakan goresan tangan asli si penyalin naskah. Mulai dari ilustrasi gambar dua ikan yang sedang berperang, Anak Jin, Naga, dan banyak gambar dari cerita pewayangan seperti Arjuna-Srikandi, Semar dan Pandawa-Kurawa. Gambar tersebut kebanyakan adalah lampiran dari tulisan-tulisan yang dibuat Bakir. Dibawah gambar-gambar yang dipajang di dinding dan dipigurakan itulah ada naskah-naskah kuno tulisan tangan asli Bakir yang berhasil diselamatkan, mirip Alquran. Saya katakan mirip Alquran karena berhuruf seperti arab gundul tetapi dibaca sebagai bahasa melayu baru dan disebut sebagai tulisan jawi. Mengingat Dulu kala Indonesia belum beralfabetkan a,b,c,d,e...
Saya ingat betul kamu sangat senang bisa membaca huruf-huruf tersebut walau dengan terbata-bata "setelah diajarkan salah satu Bapak penjaga di sana," katamu. Karena kamu sudah tiba lebih dulu daripada saya. Rasa tertarik saya tidak sebesar rasa tertarikmu, Ika. Yang mebuat saya tertarik adalah jika kaca yang menghalangi saya dan cetakan naskah kuno itu tidak ada, lalu saya bisa membolak-balik halamannya dengan leluasa, walau saya tidak mengerti juga apa yang dituliskan di dalamnya.
Kala itu saya masih saja bertanya, mengenai tema pameran tersebut "Sastra Betawi Akhir Abad ke-19" dimana Betawinya? Saya sedang membayangkan ada syair yang elu gue, atau pantun bergaya betawi, atau gambar si Pitung. Ternyata bukan. Ternyata karena Bakir tinggal di wilayah Pecenongan dan menghasilkan banyak karya sastra, maka sastra yang dihasilkannya disebut Sastra Betawi. Walau isi-isi naskah buah tangannya menceritakan tentang: Cerita Petualang dan Hikayat Raja-Raja Arab atau Melayu, Cerita Wayang, Ceriat Panji, Syair Simbolik seperti Syair Buah-Buahan, berita-berita yang disalin ulang dan juga sejarah yang ada di jamannya.
Hal lain yang bikin saya tercengang malah ceritamu tentang sejarah Betawi, ka. "Betawi adalah bentukan," katamu.
"Jadi jangan percaya kalau ada orang yang menyebut dirinya Betawi asli. Tanah betawi adalah tanah Pajajaran, Sunda kelapa yang kemudian dikuasai oleh Portugis pertama kali. Pada masa itu ada tiga kasta yang hidup di dalamnya. Kasta pertama yang paling mulia adalah orang kulit putih Eropa. Kasta kedua adalah orang Asia yang bukan Indonesia seperti Arab, India dan China yang kebanyakan dari mereka adalah pedagang. Kasta ketiga yang paling rendah adalah Pribumi yang merupakan budak yang didatangkan portugis dari Bali, Manggarai, dan daerah lainnya. Maka dari itu ada daerah bernamakan Kampung Bali, Kampung Manggarai dan Kampung lainnya tempat para budak itu bermukim sesuai daerah asalnya. Dengan percampuran budaya yang bertabrakan tersebut: Eropa, Arab, China, India, Pribumi. Mereka berasimilasi menjadi keturunan-keturunan baru di Batavia. Yang kita sebut orang Betawi sekarang ini."
Wow... Dasar guru Bahasa.
Jujur, saya lebih klimaks setelah puas mengunjungi Pameran Kaligrafi Islam yang tempatnya masih di dalam Komplek TIM itu. Seperti kamu yang girang bisa membaca salah satu naskah kuno tadi, girangnya saya bisa melihat lukisan dan kaligrafi. Lukisan dan kaligrafi itu bisa saya eja maknanya dari pada naskah kuno berbahasa jawi. Dan salah satu lukisan yang menjadi favorit saya dan juga favorit kamu "Untukmu agamamu untukku agamaku" karya Anindyo Widito. Akhirnya.
Ahh, habis sudah kata-kata saya. Ika,
Semoga kamu tidak bosan mengajak saya ke acara kaya sastra model beginian, ya. :)
-aprie
Pada balasan surat Ika ini, ada sedikit foto-foto suasana di dalam Pameran Naskah Pecenongan. Bila Tuan dan Puan penasaran ingin lihat, enjoy! Jatuh Cinta Sendirian
Aku ngga diajakin ikh. Sedih :(
ReplyDeletekata Ika kamu tinggal di Bandung, ya?
DeleteHayuk hayuk sinih..! kalo ke Jakarta kita main sama-sama ~~~(/'-')/
pasti menyenangkan yah :D
ReplyDeletekalo bekasi orang betawi bukan yah hehe
kalau dialek sih, masuk Betawi. Tapi yang saya tau di Bekasi anak SDnya belajar bahasa daerah Sunda. :D
DeleteSemoga bisa bersua dengan kalian berdua. Tambah si Eva juga :D
ReplyDeleteiya, ayo kembar! Semoga kalau ke Jakarta kamu sempat main sama kita ~~~(/'-')/
DeleteIh sepertinya seru ya dateng ke acara-acara macam beginian :)
ReplyDeleteIya, seru! Coba aja dateng dan main sekali-sekali :D
DeleteHarus sering-sering dateng ke Jakarta nih sepertinya hehe
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteaku balas tulisanmu di sini, ya! ~> http://ikafff.blogspot.com/2013/07/jatuh-cinta-sendirian-1.html?showComment=1374637712972#c5916758533956596116
ReplyDeleteOkeh, tante ika!
Deletehai, makasih ya udah ke blog aku.
ReplyDelete