Aku maklum sekali kalau Mbah tidak ingat denganku kemarin itu, aku–wanita yang duduk persis di depan mbah dengan jeans dan kaus panjang berwarna abu–sedang menunggu teman mengantri nasi pecel untuk kami. Dalam waktu menungguku itu, aku telah tanpa ijin mengambil gambar Mbah dengan kamera handphone yang sudah di-silent. Maaf ya, Mbah, kalau keberatan untuk kuambil fotonya dan kupajang pada postingan ini.
Kalau saja Mbah ingat, kemarin itu adalah kedatanganku kedua kali. Pertama kali aku datang ke Nasi Pecel "Mbok Kami" pada bulan Mei tahun lalu. Ketika itu aku sedang singgah untuk beristirahat dan mencari makan sambil menemani temanku sembahyang di Gua Maria Kerep, pada perjalanan kami menuju Jogja untuk melihat atraksi seribu lampion yang diterbangkan dalam rangka memperingati Waisak. Sayangnya, atraksi itu dibatalkan karena hujan lebat. Doakan ya, Mbah, siapa tahu tahun ini aku bisa berkunjung lagi ke Jogja melihat seribu lampion berterbangan di langit malam, dan siapa tahu aku bisa melihat Mbah untuk ketiga kali. Tidak masalah jika si Mbah masih juga belum mengenalku nanti.
Dari sekian banyaknya gorengan menggoda selera di depan mata dan suara pembeli yang antre minta dilayani, pada sosok diam Mbah lah paling menyita perhatianku. Mbah dengan tekun melipat koran dan kertas pembungkus nasi untuk disteples satu per-satu. Tangan Mbah sudah tidak kuat menekan stepler itu, aku tahu, karena aku juga terbiasa mensteples dokumen di kantor hanya menggunakan dua jari dengan tenaga sepele. Sedang Mbah menekannya dengan penuh tenaga kepalan tangan, padahal hasilnya masih saja ada kertas yang belum terjepit sempurna.
Dua kali aku mengunjungi tempat makan Mbah, dua kali pula aku melihat adegan yang sama persis: si Mbah melipat koran dan kertas pembungkus nasi lalu mensteplesnya satu persatu. Kadang-kadang Mbah menoleh jika ada suara-suara yang menarik perhatian, sirine ambulans contohnya, menandakan telinga Mbah ternyata masih awas. Dan ucapan kepada pelanggan yang sedang duduk persis di samping Mbah, untuk Mbah mintai ijin bergeser agar tidak menghalangi jalan keluar. Rupanya saat itu Mbah perlu mengambill satu baskom penuh mie basah karena sudah habis terjual, kemudian Mbah kembali dengan membawa mie yang dipanggulkan di samping kanan pinggang, menandakan tulang Mbah masih cukup kuat untuk berjalan dan membawa barang.
Suratku ini, Mbah, bukan berisi apa-apa. Suratku ini berwujud kekagumanku pada wanita tua bersanggul sederhana yang masih kuat bekerja. Aku tidak tahu, apa Mbah memiliki keluarga untuk dihidupi sehingga pada usia senja masih saja pergi bekerja? Atau salah satu si Mbok yang melayani kami adalah anak Mbah? Mereka kekurangan tenaga menghadapi pelanggan yang tidak pernah sedikit jumlahnya sehingga Mbah dipekerjakan, atau mensteples dan kadang mengangkut makanan itu adalah pengisi waktu luang Mbah agar tidak hanya duduk-duduk saja di rumah? Apapun alasan Mbah, aku kagum.
Dibanding kata-kata pada iklan susu tulang yang mengatakan kalau mereka sangat berkhasiat, aku lebih percaya tulang akan sehat jika kita banyak bergerak. Karena itu jika aku adalah anak Mbah, aku tidak akan menghalang-halangi kemauan Mbah untuk terus bekerja, dan bergerak. Tetapi, jika pekerjaan itu adalah usaha Mbah untuk hidup dan menghidupi, aku doakan agar Mbah selalu sehat dan kuat. Semoga semangat Mbah mudah menular kepada kami yang mudah menyerah.
Salam hormat,
Salah satu pelanggan yang tidak Mbah ingat.
terharu bacanya.
ReplyDeletesuatu hari nanti, kalau kamu berhasil menemui beliau lagi, cobalah untuk mengajaknya bicara dengan topik yang sederhana. sejauh yang aku tahu, sosok seperti beliau selalu menyimpan banyak petuah dan cerita kehidupan yang menarik untuk didengarkan. semoga beliau juga begitu. coba saja. :)
sayangnya, aku gak bisa bahasa jawa :'(
Deleteyahh.. :'(
Deletesuatu penghargaan kepada orang tua, pri nitip satu dong pecelnya :)
ReplyDeletelangsung ke TKP aja mas, biar lebih syahdu. :D
DeleteAppprrriiiiiiiieeee, minta tissueeee!
ReplyDelete*sodorin tissue basah*
DeleteAku juga suka terharu ngelihat orang tua bekerja. Ah, bukannya sudah saatnya mereka beristirahat? :"(
ReplyDeletekadang mereka lebih bahagia kalau masih bisa bergerak ke sana-ke mari, vi. :(
DeleteMbah dengan semangat membara, yang seringkali mengalahkan semangat yang lebih muda
ReplyDelete