Malam itu, sepulang bekerja, AJ mendatangi Mall besar yang berjarak tidak terlampau jauh dari rumahnya (Sebagai gambaran, kalau naik Busway hanya berjarak 6 shelter saja). AJ geram, kurang sabaran, karena sepatu baru yang dicari-carinya sejak bulan lalu tidak juga didapat. Ke Passer Baroe–tempat favorit berbagai toko sepatu berjejeran–sudah didatanginya, tetapi nihil, tidak ada sepatu yang sesuai dengan ukuran kakinya untuk tiap sepatu yang ingin dia beli. Pikirnya, lebih baik tidak ada satupun model sepatu yang sesuai selera daripada ada sepatu yang sudah jadi incaran tetapi ukurannya tidak ada. Sedih bukan main! Lalu karena hasratnya akan sepatu mengalahkan hasratnya akan lelaki (dih.. Lagi denial, tuh) didatanginyalah Mall besar itu, berharap bertemu sepatu idaman.
Meja-meja berisikan sepatu dengan papan bertuliskan "Sale" atau "Diskon up to 50%" adalah meja pertama yang musti didatangi. Jika tidak ada model sepatu yang sesuai selera di sana, maka dilihat-lihatnya harga pada balik telapak sepatu di meja lain tanpa embel-embel tulisan potongan harga. "Siapa tahu harganya sesuai isi dompet." Dilirik-liriknya juga meja yang berisi sepatu-sepatu bermerek mewah dengan bahan berkualitas tinggi dan sudah pasti nyaman betul di kaki. Ah, tetapi, pikirnya lebih baik membeli dengan harga biasa-biasa saja asal setiap tiga bulan sekali bisa dibelinya sepatu lain lagi.
Setelah melihat, mencoba berbagai macam model dan merek, menimbang yang mana yang perlu dieliminasi dari tiga sampai empat sepatu di depannya itu, terpilihlah dua pasang sepatu calon alas kaki. Bukan bermaksud akan membeli kedua pasang sepatu tadi, karena menurut AJ kesenangan juga perlu dibatasi. Jadi dia putuskan hanya akan memilih satu pasang saja untuk dibawa ke meja kasir. "Sabar ya, siapa tahu bulan depan dapat rezeki lagi." katanya kepada sepasang sepatu yang tereliminasi.
Memutuskan untuk membeli yang mana diantara dua pasang sepatu tadi adalah masalah pelik bagi AJ. Pasalnya kedua pasang sepatu itu bagus. Keduanya memiliki model, bentuk, dan warna yang berbeda. Sepatu yang pertama berwarna hitam, sangat sederhana, walau begitu sangat nyaman di kaki. Kalau dibawa berjalan rasanya seperti diterapi. Sepatu yang kedua berwarna Krem dengan ujung runcing beronamen emas di depannya. Sangat elegan, persis gaya wanita karir yang bekerja di dalam gedung-gedung tinggi sepanjang jalan Sudirman. Namun bentuk dan bahannya kaku. Kaki menjadi kurang bisa bergerak bebas dan sepatu model begini mana pantas dibawa berlari-lari. Dengan penuh pertimbangan (sampai meminta saran ketiga SPG di depannya, sih) AJ akhirnya memilih sepatu Krem berujung runcing.
***
Sepatu Krem nan elegan tadi tergeletak manis di kolong meja kamar seorang wanita. Setelah pemakaian pertamanya, sepatu itu tidak pernah lagi menemani AJ pergi ke kantor. AJ memutuskan tidak akan membeli sepatu yang membuat tumitnya lecet, walau model sepatu itu sememesona sepatu kaca Cinderella yang berhasil mendapatkan pangeran setelah mencobanya.
*AJ for Angelina Jolie
*AJ for Angelina Jolie
:)))))))))
ReplyDelete:(((((((((
DeleteDiolesi lilin, Priiiiee ujung-ujung bagian tumitnya. :D
ReplyDeletewah, boleh dicoba nih. makasih, va. :)
DeleteMasukkan ke tokobagus prie..:)
ReplyDeletehahahha.. COD ya :D
DeleteMasukkan ke tokobagus prie..:)
ReplyDeleteDi sini ada kaos kaki semata kaki yg ada bantalan di tumitnya, mau kah ? Kasihan sepatunya, daripada nggak kepake kan sekarang sudah kerja di Sudirman, prie :) - Ida
ReplyDeleteWah, makasih mba Ida... tapi nanti mahal di ongkos kirim. Aku coba cari di sini aja, siapa tau ada. :D
DeleteBetul ya ucapan adalah doa, kesampaian sekarang di sudirman. hik.
It is free, no shipping charge dear :) Ntar aku titipkan bareng sekalian titipan anak-2 lainnya (ask Detta). Aku kemarin baru beli 1 pack isi 2 pasang, aku cuma butuh 1 pasang aja, I will give you the other pair, is that OK ??
ReplyDeleteOK! huwaaa.. mba ida.. makasih sangat :')
Delete