1. Bolak-balik Bandara bukanlah aktivitas reguler buat saya. Maka perjalan berangkat dari rumah, menunggu berjam-jam di Bandara, dan saat terbang di pesawat menjadi moment langka yang menyenangkan. Saya suka sekali berada di Bandara, entah mengapa. Rabu menjelang siang saya sudah tiba di Bandara Suvarnabhumi, sendirian. Rasanya seperti pemenang. Seperti ketika pertama kalinya saya bisa mengemudikan sepeda dengan lancar; tanpa jatuh dan kagok-kagok.
Perasaan seperti pemenang itulah yang saya alami saat pertama kalinya tiba di Bandara negeri asing seorang diri. Maka saya putuskan saya akan kembali merasakan hal seperti itu lagi. Pada jam-jam menunggu ketiga rekan kerja tiba di Bandara yang sama, saya berjanji dalam hati bahwa saya ingin (dan harus. Sekurangnya satu kali) berada di Bandara untuk travelling jauh seorang diri lagi. Saya ingin kembali lagi merasakan moment mencari makanan untuk pengganjal perut yang saya tidak tahu bentuk, rasa maupun namanya, atau menegur orang asing untuk pertanyaan sepele dengan bahasa inggris yang terbata-bata, serta menebak-nebak seperti apa pemandangan di luar sana ketika saya sudah keluar dari Bandara. Terdengar kanak-kanak, ya? Iya, buat saya hal-hal menyenangkan memang selalu terasa seperti suasana taman bermain.
Perasaan seperti pemenang itulah yang saya alami saat pertama kalinya tiba di Bandara negeri asing seorang diri. Maka saya putuskan saya akan kembali merasakan hal seperti itu lagi. Pada jam-jam menunggu ketiga rekan kerja tiba di Bandara yang sama, saya berjanji dalam hati bahwa saya ingin (dan harus. Sekurangnya satu kali) berada di Bandara untuk travelling jauh seorang diri lagi. Saya ingin kembali lagi merasakan moment mencari makanan untuk pengganjal perut yang saya tidak tahu bentuk, rasa maupun namanya, atau menegur orang asing untuk pertanyaan sepele dengan bahasa inggris yang terbata-bata, serta menebak-nebak seperti apa pemandangan di luar sana ketika saya sudah keluar dari Bandara. Terdengar kanak-kanak, ya? Iya, buat saya hal-hal menyenangkan memang selalu terasa seperti suasana taman bermain.
2. Dari Bandara, kami berempat menyewa taksi berkapasitas besar (penumpang empat orang dewasa ditambah koper-koper yang juga tidak kalah dewasanya) seharga 700 Bath. Perjalanan menuju Hotel di pusat kota kami tempuh kurang lebih empat puluh menit. Selama perjalanan saya rasakan tidak ada yang spesial dari Bangkok. Tol yang terik, Billboard raksasa iklan produk dengan wajah artis papan atas, dan nuansa kota yang hampir mirip dengan Jakarta membuat saya delusional, "ah, jangan-jangan ini masih di tol Tomang."
Setelahnya selesai check in kamar dan bebenah sebentar, Manajer saya langsung membawa kami semua makan di Restoran khas Thailand yang letaknya tidak jauh dari Hotel. Dia memesan salad Pepaya, "kalau ke Thailand harus coba makanan ini. Saya pernah pesan menu ini di Restoran Thailand di Jakarta, harga satu piringnya delapan puluh ribu rupiah." Begitu penjelasannya yang menyadarkan saya bahwa kami sudah ada di Bangkok saat itu. Yey, sudah di Bangkok!
Setelahnya selesai check in kamar dan bebenah sebentar, Manajer saya langsung membawa kami semua makan di Restoran khas Thailand yang letaknya tidak jauh dari Hotel. Dia memesan salad Pepaya, "kalau ke Thailand harus coba makanan ini. Saya pernah pesan menu ini di Restoran Thailand di Jakarta, harga satu piringnya delapan puluh ribu rupiah." Begitu penjelasannya yang menyadarkan saya bahwa kami sudah ada di Bangkok saat itu. Yey, sudah di Bangkok!
3. Selama tiga malam saya di Bangkok, yang saya perhatikan betul adalah tata kotanya. Saya berpikir Jakarta sangat bisa seperti Bangkok. Kota yang padat namun rapi, penuh namun tidak gaduh. Gedung-gedungnya berdempetan satu sama lain tetapi tidak banyak bangunan tinggi dengan permukaan kaca yang membuat kota bertambah panas seperti gedung-gedung di Jakarta. Pilihan transportasi juga sangat banyak.
Di sana tidak ada angkotan umum mikrolet yang membuat macet karena jalan rayanya dirayapi angkutan bus-bus besar seperti patas. BTS dan MRT, serta transportasi air adalah transportasi massal utama di sana. Mereka mempunyai jalanan khusus sendiri–jalan yang dibangun diatas seperti jalan layang untuk penumpang BTS dan MRT–yang tidak mengganggu jalanan utama. Asik sekali berjalan di atas tanpa ada gangguan klakson kendaraan yang mau lewat serta tukang dagangan yang mengambil lahan.
Kalau ingin mengejar waktu, kebanyakan orang akan menyewa tasksi dan Tuktuk.Ada waktu sehari di mana kami semua terpisah dan memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri. Berbekal map gratisan dari Hotel saya mencoba naik BTS mondar-mandir, sambil menginjungi "interesting area" yang ditunjukkan peta. Saya pikir, kota ini memang sudah siap tourist. Setiap orang yang saya tanya di jalan setidaknya pasti mengerti perkataan saya dengan bahasa inggris yang banyak ngawurnya.
Di taman kota Bangkok yang luas sekali |
Orang Thailand yang kebetulan kami pakai jasanya untuk berkeliling Bangkok selama dua hari bercerita banyak hal, salah satunya dia mengeluhkan macet. Karena profesinya adalah supir maka setiap hari bergelut dengan jalan raya. Dia sangat menghindari jalan pada jam-jam sibuk. Kami ada di jalan ketika jam sibuk itu, tetapi saya sama sekali tidak mengeluhkan macet yang hanya seberapa. Pada Mr. Prakit saya ceritakan bagaimana kondisi jalan Jakarta saat jam-jam sibuk dan bagaimana kacaunya transportasi yang kita miliki untuk menampung orang-orang tersebut, dia malah bersyukur. Alhamdulillah! "I must be grateful than you." Begitu katanya tertawa-tawa. Dari ceritanya pula, saya mengetahui raja di Thailand sangat dicintai oleh rakyatnya.
Saya menjadi paham mengapa dia sangat mencintai raja, mengapa dia sangat mengutuki perdana menteri serta orang-orang pemerintahan yang korup, mengapa setiap pemilihan umum selalu ada pemberontakan di sana. Dan dari ceritanya pula saya dibuat percaya bahwa Bangkok, Thailand, tidak semenyeramkan berita dunia yang heboh menyiarkan kerusuhan saat pemilu tiba. Saya ada di sana saat semua orang takut untuk datang ke Bangkok (makanya dapat tiket pesawat murah), dan saya tidak merasakan ketakutan itu. Setiap malam di daerah-daerah tertentu memang dijaga polisi, tetapi tidak semencekam itu.
Malam di Bangkok bukan malam yang panjang, jam sembilan semua dagangan pinggir jalan (ada buah potongan, ada sate beraneka ragam seafood, ada chickend wing yang dijual dengan nasi ketan, dan snack lainnya) seharga 20 Bath sudah selesai dibereskan. Tenang saja, jika tengah malam kelaparan, masih ada 7eleven yang buka 24 jam. Mie instan kotakan rasa tomyam dan beer lokal bisa jadi menu pilihan.
Saya menjadi paham mengapa dia sangat mencintai raja, mengapa dia sangat mengutuki perdana menteri serta orang-orang pemerintahan yang korup, mengapa setiap pemilihan umum selalu ada pemberontakan di sana. Dan dari ceritanya pula saya dibuat percaya bahwa Bangkok, Thailand, tidak semenyeramkan berita dunia yang heboh menyiarkan kerusuhan saat pemilu tiba. Saya ada di sana saat semua orang takut untuk datang ke Bangkok (makanya dapat tiket pesawat murah), dan saya tidak merasakan ketakutan itu. Setiap malam di daerah-daerah tertentu memang dijaga polisi, tetapi tidak semencekam itu.
Malam di Bangkok bukan malam yang panjang, jam sembilan semua dagangan pinggir jalan (ada buah potongan, ada sate beraneka ragam seafood, ada chickend wing yang dijual dengan nasi ketan, dan snack lainnya) seharga 20 Bath sudah selesai dibereskan. Tenang saja, jika tengah malam kelaparan, masih ada 7eleven yang buka 24 jam. Mie instan kotakan rasa tomyam dan beer lokal bisa jadi menu pilihan.
4. Saya tidak pernah merasakan ada weekend market yang besar, komplet, penuh dengan barang-barang murah serba ada di Jakarta. Dulu, sekitar tahun 1998 sampai 2000-an awal saya masih bisa merasakan stadion utama Senayan dipenuh-sesaki pedagang dengan barang jualan beraneka rupa setiap hari sabtu dan minggu. Karena mengganggu keindahan akhirnya aktifitas pasar tersebut ditiadakan. Weekend market Chatuchak di pinggiran ibukota selalu ramai disesaki tidak hanya pedagang tetapi juga pembeli lokal dan tourist mancanegara. Tidak sedikit dari mereka, tourist yang menjadi pedagang di negara asalnya mendapatkan barang dagangan dari pasar Chatuchak dan juga pasar Pecinan. Saya sangsi kalau ada orang yang tidak senang datang ke weekend market Chatuchak dan Pecinan Bangkok.
5. Sungguh sial Memory Card saya rusak. Kumpulan foto-foto saya di berbagai sudut Ibu kota Bangkok yang ingin saya pamerkan di sini hilang semua. Sepertinya ini pertanda kalau saya harus kembali ke sana.
Menarik. Silahkan kembali lagi ke Bangkok. Saya tunggu foto keren nya
ReplyDeletesayang sekali, fotonya tidak bisa dishare
ReplyDeleteAprieeee,, Mei ini yuk ke Bangkok lagi :D
ReplyDeleteAku pengennya ke Sing besok April, tapi entah kesampean/gak. :(
Delete