Barusan saya kedatangan tamu. Mantan tetangga dekat yang sampai sekarang masih sering main ke rumah, teman kecil dimana kami sempat besar bersama. Pertemuan terakhir saya dengannya adalah empat bulan lalu pada resepsi pernikahan dia. Setelah basa-basi panjang lebar, sayapun akhirnya bertanya bagaimana kabar kehidupan barunya? Dia mengeluh, keluhannya masih sama seperti tahun-tahun yang dia lalui ketika masih berpacaran dulu. Teman saya itu, yang membuat saya sedikit syok dengan kiriman undangan pernikahan sebulan setelah dia bercerita akan putus dengan kekasihnya, dan membuat saya lebih syok lagi sekarang ini ketika dia berkata atas jawaban saya tadi "Me not happy at all. You know, I even think and told my mom to get divorce with him."
Ada yang pernah nonton filmnya Ben Stiller satu ini? Kali ini film serius, agak membosankan menurut saya. Terbukti dari banyaknya orang yang keluar dari bioskop padahal filmnya masih setengah jalan, kalau saya memilih nonton sampai habis, penasaran dan kadung tiket sudah kebeli juga haha.. (gak mau rugi). Sama seperti kebanyakan penonton dengan ekspektasinya Ben Stiller pasti film komedi, padahal ini film drama dengan alur sangat lambat yang mengisahkan hidup seorang pria berusia 40-tahunan yang menganggap dirinya masih remaja, tukang kayu, setengah gila karena over-analisis. Memiliki hobi yang aneh: mengirimi surat kritik kepada setiap produk yang dia anggap perlu dikritik. Contohnya surat yang dia kirim untuk Starbucks seperti ini "Dear Starbucks, in your attempt to manufacture culture out of fast food coffee you've been surprisingly successful for the most part. The part that isn't covered by 'the most part' sucks."
Glo gak mau jadi seperti maknya:
kawin, lupa mimpi, and live boringly ever after.
Dia mau ngejar mimpi: bikin pilem.
Mak Gondut yang divonis hidupnya tinggal setahun lagi
bertekad mencari ‘Ucok’ agar Glo bisa kawin and live happily ever after.
Pertempuran pun dimulai.
Pagi tadi untuk kedua kalinya saya jogging di Taman Krida Loka. Taman Kota yang letaknya dikawasan Gelora Bung Karno dengan pintu masuk persis di belakang kolam renang GBK ini jadi alternatif yang bagus buat para pecinta lari, penikmat jalan santai dan suasana yang hijau-hijau.
Dari judulnya saja sudah bikin cekat-cekot, ya? Bukan, ini bukan novel religi apalagi buku agama. Buku ini adalah cerpen klasik tahun 1800-an. Sebelum membaca cerpen ini saya belum kenal satupun karya-karya Leo Tolstoy. Setelah membalik halamannya, kemudian terkesan dengan intro penerbitnya, dan membaca dua judul cerpennya, saya langsung memutuskan mencari buku Tolstoy lainnya di goodreads. Buku ini adalah satu dari tiga buku yang saya dapat di stand Jalasutra pada Pameran Buku Indobookfair November lalu. Fyi penerbit Jalasutra sedang sale akhir tahun, lho. All item diskon 30%.