Aku maklum sekali kalau Mbah tidak ingat denganku kemarin itu, aku–wanita yang duduk persis di depan mbah dengan jeans dan kaus panjang berwarna abu–sedang menunggu teman mengantri nasi pecel untuk kami. Dalam waktu menungguku itu, aku telah tanpa ijin mengambil gambar Mbah dengan kamera handphone yang sudah di-silent. Maaf ya, Mbah, kalau keberatan untuk kuambil fotonya dan kupajang pada postingan ini.
Hai, nak!
(aku senang menyebutmu dengan panggilanan nak. Panggilan posesif orang tua yang merasa memiliki anaknya. Dan kurasa kamu adalah satu-satunya hal di dunia yang akan kuposesifi kelak. Semoga kamu tidak keberatan)
(aku senang menyebutmu dengan panggilanan nak. Panggilan posesif orang tua yang merasa memiliki anaknya. Dan kurasa kamu adalah satu-satunya hal di dunia yang akan kuposesifi kelak. Semoga kamu tidak keberatan)
Duren Tiga, 5 Desember 2013
Zus Ika,
Aku paham kamu pernah kesal bahkan marah kepada orang dengan status menikah–khususnya wanita menikah–atas pertanyaan mereka kepada wanita yang belum menikah, "kenapa belum?". Wajar, aku juga pernah diberi pertanyaan-pertanyaan macam itu, karena aku juga wanita dengan usia hampir 27 tahun yang belum menikah. Atas pertanyaan mereka itu, biasanya hanya kutanggapi dengan jawaban tidak serius dan cengengesan saja, padahal dalam hati aku sedih.
Tepat minggu kemarin, 17 November 2013, pada jam ini saya sedang ada di TIM, menonton pertunjukkan teater Koma bertajuk Ibu yang tampil di hari terakhirnya. Ibu yang diadaptasi dari naskah Bertolt Brecht - Mother Courage and Her Children, menceritakan tentang Ibu Brani dan ketiga anaknya. Mereka adalah pedagang gerobak keliling di tengah medan perang yang tidak berkesudahan. Jika sedang berjualan di kasawan Matahari Putih, maka Ibu Brani akan memasang bendera Matahari Putih di gerobaknya, pembeli barang dagangannya sudah pasti tentara dan pasukan Matahari Putih. Begitu pun sebaliknya, jika mereka sedang berjualan di kawasan Matahari Hitam.
Postingan ini merupa sebagai ucapan terimakasih saya kepada pertunjukkan sangat tidak biasa yang saya dapat secara cuma-cuma. Ucapan terimakasih saya kepada Salihara yang mendatangkan banyak sekali penyair besar Indonesia dan mancanegara ke dalam teater kecilnya sampai akhir Oktober ini, yaitu acara rutin 2 tahunan Komunitas Salihara. Selain syair dan pepuisian ada juga beberapa pertunjukkan musik, teater dari mancanegara seperti Inggris dan Jepang, pameran seni rupa, sampai kelas tarot. Tahun 2013 ini mereka menamai acaranya "Sirkus Sastra".